Meresensi Buku
Saat Bioskop menjadi Majelis Taklim: Sihir Film Ayat-Ayat Cinta adalah novel yang diterbitkan pada tahun 2008 oleh PT Mizan Publika dan ditulis oleh Rohmat Haryadi. Jumlah halaman novel ini 244 halaman yang berbahasa Indonesia. Jika kalian tertarik untuk membeli novel Saat Bioskop Menjadi Majelis Taklim: Sihir Film Ayat-Ayat Cinta bisa membelinya di toko online dengan harga kurang lebih Rp37.000.
ROHMAT Haryadi, lahir di Magetan, 24 Desember 1970. Menamatkan kuliah di jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Brawijaya Malang, 1996. Semasa kuliah aktif di Senat Mahasiswa FMIPA, sebagai Ketua Bidang IV yang mengurusi penerbitan majalah fakultas. Sekaligus, sebagai Pemimpin Redaksi, dan Pemimpin Umum, majalah kampus PARADIGMA, 1993-1994.
Juga aktif di Himpunan Mahasiswa Islam, Komisariat FMIPA, 1991-1996. Aktif di kelompok Kajian Kavling 10, Unit Aktivitas Pers Mahasiswa Universitas Brawijaya, 1990-1996. Semasa mahasiswa artikelnya pernah dimuat harian Nusa Tenggara,Surya, Jawa Pos, dan Kompas.
Karier jurnalistiknya dimulai ketika bergabung dengan Majalah Sinar, koresponden liputan di Yogyakarta dan sekitarnya, 1997-1998. Kemudian bergabung dengan Majalah GATRA sejak 1999-sekarang.
Film Ayat-Ayat Cinta benar-benar menyihir masyarakat. Tidak heran bila
MURI mengukuhkannya sebagai film yang banyak ditonton. Dalam sepekan saja, ada dua juta masyarakat Indonesia yang menonton.
Para pejabat, mantan pejabat, politisi, beramai-ramai membuat acara nonton bareng film Ayat-Ayat Cinta.
Bioskop dibanjiri ibu-ibu majelis taklim, yang mungkin saat itulah sebagian besar mereka untuk pertama kalinya mengungjungi bioskop.
Kepopulerannya melintasi batas negara. Tak hanya booming di Indonesia, tapi juga di Malaysia dan Singapura.
Begitulah akhir yang manis dari sebuah film yang disebut-sebut sebagai icon kebangkitan kedua film bertema relegius setelah film Sunan Kalijaga. Buku ini tidak semata mengungkap kisah sukses film Ayat-Ayat Cinta, tapi mengungkap juga cerita-cerita di balik peristiwa pembuatan film ini.
ROHMAT Haryadi, lahir di Magetan, 24 Desember 1970. Menamatkan kuliah di jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Brawijaya Malang, 1996. Semasa kuliah aktif di Senat Mahasiswa FMIPA, sebagai Ketua Bidang IV yang mengurusi penerbitan majalah fakultas. Sekaligus, sebagai Pemimpin Redaksi, dan Pemimpin Umum, majalah kampus PARADIGMA, 1993-1994.
Juga aktif di Himpunan Mahasiswa Islam, Komisariat FMIPA, 1991-1996. Aktif di kelompok Kajian Kavling 10, Unit Aktivitas Pers Mahasiswa Universitas Brawijaya, 1990-1996. Semasa mahasiswa artikelnya pernah dimuat harian Nusa Tenggara,Surya, Jawa Pos, dan Kompas.
Karier jurnalistiknya dimulai ketika bergabung dengan Majalah Sinar, koresponden liputan di Yogyakarta dan sekitarnya, 1997-1998. Kemudian bergabung dengan Majalah GATRA sejak 1999-sekarang.
Film Ayat-Ayat Cinta benar-benar menyihir masyarakat. Tidak heran bila
MURI mengukuhkannya sebagai film yang banyak ditonton. Dalam sepekan saja, ada dua juta masyarakat Indonesia yang menonton.
Para pejabat, mantan pejabat, politisi, beramai-ramai membuat acara nonton bareng film Ayat-Ayat Cinta.
Bioskop dibanjiri ibu-ibu majelis taklim, yang mungkin saat itulah sebagian besar mereka untuk pertama kalinya mengungjungi bioskop.
Kepopulerannya melintasi batas negara. Tak hanya booming di Indonesia, tapi juga di Malaysia dan Singapura.
Begitulah akhir yang manis dari sebuah film yang disebut-sebut sebagai icon kebangkitan kedua film bertema relegius setelah film Sunan Kalijaga. Buku ini tidak semata mengungkap kisah sukses film Ayat-Ayat Cinta, tapi mengungkap juga cerita-cerita di balik peristiwa pembuatan film ini.
Novel ini bercerita tentang kisah percintaan yang di balut dalam ajaran-ajaran islaminya yang sangat kental. Kisah berawal dari seorang mahasiswa bernama Fahri bin Abdullah Shiddiq. Ia adalah seorang mahasiswa Universitas Al-azhar, Mesir.
Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan keempat temannya yang juga berasal dari Indonesia. Mereka tinggal di apartemen sederhana. Mereka mempunyai tetangga yang sangat baik dan akrab dengan mereka, yaitu keluarga Tuan Boutros. Tuan Boutros mempunyai istri bernama Madame Nahed, dan dua orang anak mereka Maria dan Yousef. Keluaraga Tuan Boutros adalah keluarga Kristen Koptik yang sangat taat. Putri sulung mereka yang bernama Maria, ia gadis yang unik. Ia seorang Kristen Koptik, namun ia suka pada Al-Quran. Ia bahkan hafal beberapa ayat Al-Quran, diantarnnya adalah surat Maryam. Sebuah surat yang membuat dirinya merasa bangga.
Pertemuan berawal ketika Fahri pergi ke Shubra El-Kaima untuk talaqqi pada Syaikh Utsman Abdul Fattah. Ia pergi kesana naik metro, dan disitulah awal Fahri bertemu dengan perempuan bercadar yang bernama Aisha. Aisha bukanlah orang Mesir, melainkan gadis asal Jerman yang sedang studi di Mesir.
Selain mempunyai tetangga yang baik, Fahri juga mempunyai tetangga yang sangat galak dan kasar. Kepala keluarga itu bernama Bahadur. Bahadur mempunyai istri bernama madame Syaima dan putri bungsunya Noura. Bahadur selalu bersikap kasar dengan Noura. Malam itu Fahri ingin menolong Noura yang sedang jadi bulan-bulanan oleh Bahadur, tapi Fahri tidak bisa menolongnya, lalu dia meminta bantuan Maria, akhirnya Maria mau menolong Noura. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingi menolongnya. Sayang hanya empati saja, tidak lebih.
Maria tetangga satu flat yang beragama Kristen Koptik tapi mengagumi Al-Quran, dan mengagumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Sayang cinta Maria hanya tercurah dalam diary saja.
Nurul adalah anak seorang Kyai terkenal yang juga mencari ilmu di Al-Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis itu. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah mengungkapkan perasaanya pada Nurul. Padahal Nurul juga menaruh hati pada Fahri, tapi Nurul juga tidak sanggup mengungkapkan perasaanya kepada Fahri.
Muncullah Aisah, si mata Indah yang menyihir Fahri sejak sebuah kejadian di metro, saat
Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku. Aisah jatuh cinta pada Fahri, dan juga
Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya.
Mereka berdua menikah, dijodohkan oleh pamannya Aisha. Mereka hidup bahagia. Beberapa bulan kemudian Aisha dinyatakan mengandung. Tak lama kemudian, Fahri dapat kabar kalau Maria koma. Belum sempat menjenguk Maria, malapetaka datang menghampiri rumah tangga mereka. Noura menuduh Fahri telah memperkosanya. Semua orang tahu bahwa itu adalah fitnah. Fahri diseret, dan dimasukkan ke penjara. Kuncinya semua ini adalah Maria yang sedang koma. Dia mengetahui bagaimana kejadian yang sebenarnya.
Keluarga Boutros mendatangi Fahri di penjara, mereka berniat mengunjungi Fahri dan juga ingin meminta bantuan kepada Fahri untuk menyadarkan Maria dari komanya, dengan menrekam suara Fahri dan nantinya akan didengarkan ke Maria. Kata dokter hanya orang yang dicintai Maria yang dapat menyembuhkannya. Tak kunjung sadar juga, akhirnya dokter dan madame Nahed mneyuruh Fahri untuk menyatakan cintanya kepada Maria. Sebelumnya Fahri tidak mau melakukan itu, lalu Fahri meminta izin kepada Aisha, akhirnya Aisah menyetujuinya. Setelah itu, Fahri langsung menikahi Maria. Setelah beberapa saat kemudian, Maria sadar.
Sidang penentuan tiba, diakhir persidangan Maria tiba. Dia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu. Setelah mengatakan itu semua, Maria pingsan dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Fahri memenangkan sidang tersebut, dan Bahadur dimasukkan penjara.
Begitu divonis bebas, Fahri dibawa oleh Aisha ke rumah sakit yang sama dengan Maria untuk diperiksa. Sejak selesai dari persidangan itu, Maria belum sadarkan diri juga. Beberapa saat kemudian, Aisha mendengar Maria mengigau kalau dia ingin masuk surga, tapi tidak diperbolehkan. Lalu ia terbangun dan menceritakan itu semua pada Aisha dan juga Fahri. Fahri tau apa yang dimaksudkan oleh Maria, lalu ia membopong Maria ke kamar mandi dan Aisha membantu untuk mewudhui Maria. Selesai itu Maria kembali dibaringkan di atas kasur seprti semula. Lalu dengan suara lirih yang keluar dari relung
jiwa ia melafalkan syahadad. Tak lama kemudian, kedua matanya tertutup rapat dan
akhirnya Maria meninggal dunia.
jiwa ia melafalkan syahadad. Tak lama kemudian, kedua matanya tertutup rapat dan
akhirnya Maria meninggal dunia.
Kelebihan dan Kelemahan Buku:
Kelebihan:
1. Novel ini mengajarkan kehidupan Islami yang sangat kental sekali.
2. Harga bukunya sangat terjangkau
3. Bahasa yang digunakan mudah dipahami
Kekurangan:
1. Kertas yang digunakan sangat tipis
Amanat yang dapat diambil dari novel tersebut adalah semakin banyak ilmu yang kita dapat, maka semakin banyak pola hambatan, godaan yang harus kita lewati an dipecahkan dengan hati yang sabar dan yakin ada hikmahnya.
Awalnya saya tidak tertarik untuk membaca novel ini tapi setelah saya melihat sinopsis novel ini saya semakin penasaran untuk membaca novel ini.
Terimakasih untuk Perpustakaan Majalengka,saya sebagai pengunjung menyukai cerita dan buku bukunya dan saya juga puas atas fasilitas dan kenyamanannya.
Komentar
Posting Komentar